keunikan smk n 1 rota bayat
Serombongan perempuan dan laki-laki mengenakan busana paduan dari kain
batik dan tenun tangan. Kain batik atau tenun dijadikan rok selutut atau
semata kaki, lalu dipadukan dengan selendang batik atau tenun yang
digunakan untuk menutup bahu dan disimpul membentuk pita di depan dada.
Sungguh unik dan etnik.
Mereka membawa kain batik panjang dengan motif flora karya sendiri yang
dibentangkan sambil berlenggak-lenggok di atas panggung. Karya para
pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 ROTA yang terletak di
Desa Beluk, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, ini
mengingatkan Lily Kasoem akan Kenzo—perancang busana kenamaan asal
Jepang—yang tinggal di Paris, Perancis, dan selalu memasukkan ciri khas
negaranya pada karya-karyanya.
Menurut pemilik usaha Lily Kasoem Optical ini, anak-anak dari Bayat ini
pun bisa menjadi Kenzo-Kenzo di masa depan. Sarana untuk membantu anak-
anak dari pelosok Bayat meraih mimpinya ini telah disediakan berupa
sekolah yang representatif.
SMKN 1 ROTA, dilihat dari fisik gedungnya, tidak kalah dari sekolah
internasional yang ada di kota-kota besar. Ruang kelas berkondisi nyaman
dengan banyak jendela besar membuat kelas terang dan memiliki sirkulasi
udara yang baik. Fasilitas pun lengkap.
Sekolah yang membuka dua jurusan ini, yakni tekstil dan keramik,
menyediakan dua bengkel kerja. Di bengkel kerja keramik, siswa dapat
praktik membuat keramik dengan teknik putaran tegak maupun miring yang
menjadi ciri khas Bayat.
Profesor Chitaru Kawasaki, yang bertahun-tahun meneliti teknik putaran
miring Bayat karena hanya satu-satunya di dunia ini, siap mendampingi
siswa setelah didapuk sebagai guru tamu. Teknik pewarnaan, dekorasi
gerabah, dan pembakaran dengan tungku tradisional juga dipelajari siswa
di bengkel kerja ini.
Karya siswa yang baru empat bulan belajar membuat gerabah sederhana
tampak dipajang di salah satu sudut bengkel kerja. Di bengkel kerja
tekstil, para siswa terlihat asyik membuat desain dan gambar. Ada pula
yang belajar membatik dengan canting dan malam serta mewarnai.
Mesin jahit dan obras terpasang, menunggu giliran untuk mengantar para
siswa belajar memodifikasi kain karya mereka menjadi busana. Contoh
karya berupa kain panjang (jarik) dan selendang batik serta contoh
busana terpajang di beberapa sudut ruangan. Karya terbaik dipamerkan di
galeri komersial.
Bukan tanpa sebab jika SMKN 1 ROTA membuka dua jurusan yang unik ini.
Jurusan keramik bahkan satu-satunya di Kabupaten Klaten. Potensi Bayat
sebagai pusat perajin batik tulis dan gerabah meyakinkan pihak donor
untuk membuka dua jurusan yang sesuai dengan potensi lokal.
"Di Bayat sudah banyak buruh batik dan keramik. Kita tak perlu lagi
menambah jumlah mereka. Anak-anak yang bersekolah di SMKN 1 ROTA ini
yang nanti akan menggunakan sumber daya manusia yang ada untuk
keuntungan masyarakat karena akan memotong jalur tengah atau makelar.
Buruh batik hanya tahu mendapat upah Rp 10.000. Padahal, dengan
booming batik,
seharusnya mereka bisa dapat lebih dari itu," kata Lily, yang juga
Ketua Yayasan Titian yang menjadi mitra Reach Out to Asia (ROTA) di
Indonesia.
ROTA adalah salah satu divisi dari Qatar Foundation yang dimiliki
keluarga Kerajaan Qatar yang khusus mengurusi program di Asia. ROTA akan
menggelontorkan 3 juta dolar Amerika Serikat atau kurang lebih Rp 28,5
miliar untuk pembangunan gedung sekolah dan fasilitasnya, mendatangkan
guru-guru tamu, serta pengembangan kurikulum hingga tiga tahun ke depan.
Setelah itu diharapkan SMKN 1 ROTA dapat mandiri lepas landas mencapai
cita-citanya memajukan pendidikan dan kehidupan anak-anak di pelosok
Bayat.
Selain memberi bekal keterampilan, siswa-siswi SMKN 1 ROTA dibekali
pengetahuan kewirausahaan, bahasa Inggris, dan teknologi informasi agar
tidak hanya menjadi jago kandang, melainkan mampu pula bersaing di pasar
global. Oleh karena itu, laboratorium bahasa dan komputer dengan
fasilitas sangat memadai serta perpustakaan dengan 1.500 judul buku dan
koleksi audio visual siap mengantarkan para siswa agar tidak ”kuper”
menghadapi pergaulan global.
Dengan berbagai program penunjang ini, siswa diharapkan kelak mampu
menghasilkan karya seni batik dan keramik yang artistik dan bernilai
ekonomis tinggi. Mereka diharapkan menjadi pencipta, bukan sekadar
menjadi tukang. Para siswa pun dengan lugas mengatakan bercita-cita
menjadi wirausaha, seperti Indriani Asta (15) yang ingin menjadi
pengusaha batik.
Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, yang menghadiri peresmian sekolah ini
akhir Desember 2009 lalu berharap, pihak lain melalui program
corporate social responsibility (CSR)-nya
dapat berlomba melakukan hal serupa untuk memajukan pendidikan
anak-anak, khususnya di Jawa Tengah. Pembangunan SMKN 1 ROTA disebutnya
contoh bagus kerja sama Pemerintah Kabupaten Klaten, yang menyediakan
lahan hampir 3 hektar, dengan ROTA dan Titian.
Direktur ROTA Omnia Nour berharap, SMKN 1 ROTA tidak hanya menjadi sekolah biasa, melainkan pusat unggulan (
center of excellence)
batik dan keramik dengan dukungan fasilitas yang lengkap dan guru-guru
yang kompeten. Pembangunan SMKN 1 ROTA sekaligus ingin menunjukkan bahwa
pendidikan adalah hak untuk semua. Anak desa pun tidak kalah dari anak
kota jika memiliki akses pendidikan yang sama.