sejarah handphone
Sejarah Handphone
Di abad 21, telekomunikasi telah memasuki era yang begitu dahsyat.
Ketika beberapa puluh tahun lalu telepon rumahan masih merupakan barang
mewah, kini yang namanya ponsel (telepon selular) telah merupakan barang
keseharian. Harganya yang kian murah membuatnya menjamur. Tetapi,
tahukah Anda bahwa di belakang semua ini adalah peristiwa transfer
energi yang masih begitu fenomenal
Siapa tak kenal handphone atau ponsel (telepon selular)? Diperkenalkan
pada tahun 1980-an, kini peralatan komunikasi ini sudah jadi
perlengkapan sehari-hari. Banyak orang di berbagai kota besar khususnya,
tua-muda sering terlihat memamerkannya jika sedang tak digunakan.
Ditaruh di saku celana, diselipkan di pinggang, atau ada juga yang
sengaja terus dipegang sambil sesekali digunakan untuk menunjuk-nunjuk.
Harganya yang sudah kian terjangkau membuat barang ini bisa dimiliki tak
hanya oleh si-kaya saja.
Apapun itu, alat yang ukurannya kian imut dan menarik ini juga sudah
dianggap sebagai ‘teman’ di perjalanan atau di tempat beraktivitas yang
amat praktis. Ia bisa menghubungkan kita dengan relasi, kolega, bahkan
dengan bos galak dari mana saja. Teknologi telekomunikasi telah
memungkinkannya bisa dipergunakan di mana saja. Apalagi dengan
diluncurkannya satelit-satelit selular, yang selanjutnya memungkinkan
benda kecil ini bisa digunakan di tempat terpencil (remote area), bahkan
dari tengah lautan. Satu yang membuatnya unggul dibanding telepon
rumahan, yakni sifatnya yang tanpa kabel atau wireless.
Revolusi di bidang pertelekomunikasian memang telah sampai pada tahapan
yang dahsyat. Ketika aktivitas sehari-hari telah begitu overlaps (saling
tumpang tindih), peralatan canggih ini selanjutnya menjadi alat yang
menentukan. Ia bisa digunakan sebagai penyampai pesan dan kabar penting
selain sebagai media untuk perbincangan ringan, yang mana kaum muda
biasa menyebutnya ‘ngobrol gaul’.
Akan tetapi, tahukah Anda bahwa untuk mencapai tahapan ini, ratusan
insinyur harus menghabiskan waktunya bertahun-tahun di laboratoirum guna
menguak berbagai misteri di belakangnya. Mulai dari mempelajari misteri
gelombang elektromagnet, sifat gelombang radio berikut klasifikasinya,
sampai parameter udara atau atmosfer yang menjadi media perambatanannya.
Semua ini berkaitan dengan transfer energi yang tak kasat mata,
sehingga apa saja yang berkaitan dengannya masih bisa disebut sebagai
fenomena alam. Jika di kota Jakarta dalam selang waktu tertentu ada dua
juta orang bercakap-cakap dengan koleganya lewat ponsel, kita pun tak
pernah mengerti benar betapa padatnya percikan atau radiasi gelombang
elektromagnet yang ditimbulkan saling berseliweran.
Ponsel sendiri sebenarnya bukan peralatan yang benar-benar canggih. Alat
ini pada prinsipnya hanyalah sebuah radio transceiver
(transmitter-receiver/pengirim-penerima) biasa, mirip walkie-talkie atau
handie-talkie yang kerap jadi perlengkapan standar polisi atau petugas
sekuriti. Bagian utama dari peralatan telekomunikasi ini adalah osilator
sebagai pembangkit sinyal radio, penguat frekuensi radio, pencampur
(mixer), pencacah gelombang (detector), dan penguat sinyal audio.
Lalu mengapa disebut telepon selular? Sebutan ini rupanya berangkat dari
bentangan penguat sinyal yang dibangun jaringan antena RBS (radio base
station) yang menjadi piranti penangkap dan penyebar sinyal. Untuk
sebuah kota, penyelenggara jaringan atau biasa disebut provider (apakah
itu Telkomsel atau Satelindo) biasa membaginya dalam bentuk sel yang
bentuknya imajiner, dimana setiap sel akan diwakili sebuah antena RBS.
Itu sebabnya telepon bergerak (mobile phone) ini selanjutnya dikenal
pula sebagai telepon selular.
Semakin kecil
Merunut ke belakang, dalam sejarahnya, baik ponsel maupun peralatan
telekomunikasi wireless lainnya, pada prinsipnya terkait dengan hasil
eksperimen yang dilakukan dua ilmuwan yang bernama James Clerk Maxwell
(1831-1879) dan Heinrich Hertz (1857-1894). Maxwell berhasil menguak
sebagian fenomena alam tentang gelombang elektromagnetik yang
menandaskan, bahwasanya kecepatan radiasi gelombang magnet-listrik ini
sama dengan kecepatan perambatan cahaya, yakni sekitar 186.000 mil
(300.000 km) per detik. Sementara itu, dalam kesempatan yang berbeda,
Hertz melengkapi hasil telaah ilmiah Maxwell dengan mengungkap, bahwa
gelombang radio adalah bagian dari fenomena alam ini. Untuk menghargai
jerih payah Hertz, masyarakat ilmiah dunia kemudian menggunakan nama
‘Hertz’ sebagai satuan frekuensi atau getaran per detik.
Dalam karakteristik dan fungsi yang berbeda, gelombang elektromagnetik
sendiri bisa dipilah-pilah berdasarkan spektrumnya menjadi (mulai dari
panjang gelombang terbesar sampai tersempit): gelombang radio, mikro,
infra merah, cahaya/sinar tampak, sinar ultra violet, sinar X, dan sinar
gamma. Secara khusus, gelombang radio menduduki daerah panjang
gelombang dari beberapa kilometer sampai 0,3 meter, sedang frekuensinya
dari beberapa Hertz sampai 10^9 Hertz. Gelombang inilah yang kemudian
dipecah-pecah hingga ribuan kanal dan digunakan secara internasional
untuk berbagai kepentingan di bawah pengawasan International
Telecommunication Union.
Pada awalnya, radio sendiri hanya dimanfaatkan kalangan terbatas dalam
dinas ketentaraan. Bentuk radio genggam pertama pada mulanya masih
sebesar-besar batako dan berat. Dengan bentuk seperti ini, ia memang
masih jauh dari praktis. Namun, manfaatnya yang tinggi membuatnya
terpakai kemana saja. Di medan pertempuran ia bisa digunakan sebagai
peralatan pengirim perintah, hasil pengintaian, dan komando yang amat
strategis. Dalam ajang Perang Dunia II, bentuk dan kekuatannya
berkali-kali diperbaiki. Pada dekade 70-an, bentuknya bisa diperkecil
dengan ditemukannya transistor yang bisa mewakili sekian puluh komponen
berukuran besar, dan menjelang dekade 80-an semakin kecil lagi dengan
berhasil diciptakannya Integrated Circuit yang mampu memuat sekian puluh
bahkan ratusan komponen elektronik ke dalam komponan yang hanya sebesar
kancing baju. Temuan ini membuat peralatan telekomunikasi menjadi
semakin bermasyakat karena biaya produksinya yang menjadi semakin murah
dan manfaatnya yang semakin luas. Teknologi digital juga ikut membuat
peralatan ini kian menarik.
Dalam sejarah pertelekomunikasian, Indonesia sendiri sempat mencuat
sebagai negara keempat di dunia pemakai satelit komunikasi setelah AS,
Uni Soviet, dan Kanada. Satelit pertama bernama SKSD Palapa A yang
meluncur pada tahun 1976 ini dimanfaatkan sebagai ‘pemersatu’ Nusantara.
Pengoperasiannya dilakukan oleh Perumtel (kini PT Telkom).
Selain untuk keperluan telekomunikasi jarak jauh komersial, ia juga
dimanfaatkan sebagai pengirim sinyal televisi selain untuk keperluan
pemerintah. Satelit sendiri fungsinya hanyalah sebagai stasiun relay
*penerima dan penerus sinyal frekuensi tinggi yang tidak terpantul
lapisan atmosfer. Jika SKSD Palapa cenderung dioperasikan untuk
keperluan pemerintah, sebuah instansi lain, yakni PT Indosat (Indonesia
Satellite Corporation), juga mengoperasionalkan satelit namun untuk
kepentingan komersial meski hanya dengan sistem sewa.
Pada tahun 70-an, mungkin sebagian dari kita masih ingat betapa
gembiranya bisa menikmati serial pertandingan tinju akbar Muhammad Ali.
Ini adalah berkat dukungan Intelsat yang disewa Indosat untuk keperluan
komersialisasi siaran televisi dunia. Satelit ini juga dimanfaatkan
untuk kepentingan percakapan internasional.
Begitu terbukanya pemanfaatan jaringan telekomunikasi pun membuat
berbagai perusahaan telekomunikasi dunia berlomba melakukan inovasi lain
yang bersifat komersial. Indosat, misalnya, belum lama ini
memperkenalkan 12 layanan jasa yang bisa terhubung ke-250 negara. Mulai
dari SLI 001, Conference Call, Precard, Virtual Net, Indonesia Direct,
hingga free phone. Dalam layanan jasa yang kemudian disebutnya sebagai
Indosat@your life ini, para penggunanya pun menjadi semakin mudah
menghubungi siapa saja di belahan dunia manapun. Dengan sinyal-sinyal
pembawa pesan ini dunia selanjutnya memang akan semakin kecil sajahttp://forum.djawir.com/out-topic-65/sejarah-handphone-22379/
makasih infonya bagus banget kak
BalasHapusElever